Dear
White Rose Prince,
Nyenyak
kah tidurmu semalam?
Aku
berharap ada senyum tersungging di bibirmu selepas kau terbangun dari tidurmu.
Menyambut hari-hari bahagia yang menanti di hadapanmu. Apalah aku ini, hanya
mampu mendoakan kebaikanmu dari jauh. Itupun sudah cukup bagiku. Tak ada
pengharapan lebih dari ini. Senyummu abadikan bahagiaku.
Ohya,
bagaimana kabar hatimu?
Masihkah
susah move on dengan mantan kekasih yang pernah atau bahkan masih kau cintai
itu? Dari beberapa kicauanmu di sosial media, kelihatannya kamu kurang tenang.
Maaf tiba-tiba lancang menanyaimu tentang itu. Kau tahu kan stalking sudah jadi
kebiasaan (buruk) ku yang sangat sulit untuk kuhindari.
Tentang
mimpiku. Entah mengapa mendadak semalam kau mengunjungiku lewat setting empat tahun
silam. Dimana pertama kali aku bertemu dan pertama kali juga benih rasa itu
tumbuh. Semua dalam mimpi semalam terasa begitu nyata. Bahkan debar ketika kamu
berbicara di depanku. Padahal akhir-akhir ini tak sedetik pun aku mengingatmu,
berusaha pun enggan. Mungkinkah ini satu bentuk protes bahwa kau tak ingin aku lupakan.
Tapi,
Sa. Aku sudah mulai belajar untuk jatuh cinta lagi. Mulai belajar untuk tak
menghiraukan kehidupan nyatamu lagi. Aku ingin menciptakan hati baru yang siap
mencintai dan dicintai oleh orang lain.
Mengerti
akan bahagiamu yang tak bisa hadirkan sosokku disana. Lagipula kau juga tak
butuh orang yang selalu mengirimimu surat ketika ia rindu, kan? Semoga Tuhan
selalu menghadirkan sosok yang baik sebagai temanmu disana.
Kubiarkan
rinduku menguap diantara embun pagi yang perlahan menghangat oleh sinar
mentari. Kubiarkan cintaku untukmu terpenjara dalam kotak pandora, agar aku
bisa membukanya kapan saja. Kubiarkan segala harapku mengendap diantara tumpukan maya yang tak bisa jadi nyata.
Seperti
kasihku padamu; surat ini pun juga tak sampai.
No comments:
Post a Comment