“Bu, kapankah kita lekas bertemu?”, kuulang
pertanyaan yang sudah kuketahui
jawabnya.
“Mungkin dua atau tiga tahun lagi. Atau sampai
impian kita terlaksana.”, katamu –mengulang jawaban untukku- di telepon itu.
“... Sabarlah sayangku, ibu sedang berjuang di sini.
Ayo kita berjuang bersama; kau dan citamu, ibu dan cita-cita keluarga kita.
Jangan menangis, atau harus kukecup habis air matamu dengan kecupan yang sangat
menggelikan dan mengganggumu.”, imbuhmu. Menciptakan gelak tawa dalam air mata.
“Kau benar-benar seorang Wonder Woman yang pernah kutemui dalam hidupku.”, gumamku,
mensyukuri hadirmu.
Minum teh sore hari berdua di samping jendela sambil
membaca senja.
Membantumu menanam bunga, berkebun, menyiangi rumput
yang tingginya telah menghalangi pandangan mata kaki.
Membaca buku, saling bertukar cerita; cinta.
Dari kesemuanya, aku hanya ingin pulang ke rumah
dengan pelukmu yang menyambutku di balik pintu.
Ya, waktu yang kunanti itu pasti akan datang. Pasti.
Sehat selalu, Ibu.
Aku menyayangimu, selalu.